Sabtu, 24 Maret 2012

TEKANAN PIHAK KOLONIAL TERHADAP TOKOH TOKOH PERGERAKAN

Tekanan Pihak Kolonial Belanda Terhadap Tokoh Tokoh Pergerakan* 

 Penjajahan tidak pernah disenangi oleh rakyat Indonesia, karena bertentangan dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Oleh karena itu penjajahan senantiasa ditentang oleh rakyat dengan macam macam bentuk perlawanan. Bermula dibawah pimpinan pahlawan pahlawan nasional rakyat mengangkat senjata menentang penjajahan. Akan tetapi karena sifatnya perang local dan kalah taktik, perlawanan rakyat dapat dipatahkan dengan mudah oleh pihak penjajah. Pada awal abad ke 20 perlawanan rakyat disusun dalam organisasi modern berbentuk partai politik. 

Tiga tokoh nasional yang dikenal sebagai Tiga Serangkai Satu, yaitu dr.Cipto Mangunkusumo, R.M.Suardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) dan Dr.Douwes Dekker (Dr.Setia Budi) mendirikan Indische Partij yang tujuannya membebaskan tanah air dari belenggu penjajahan alah Indonesia Merdeka Pemerintah colonial Belanda menganggap tiga tokoh nasional tersebut bagi kelangsungan tegaknya kekuasaan colonial di Indonesia. Dalam buku “Belenggu Ganas” yang ditulis oleh Pitut Suharto dan Drs.A.Zainoel Ihsan (Penerbit Aksara Jayasakti. Jakarta. 1982) diungkapkan tentang keganasan pihak pemerintah colonial Belanda yang telah memutuskan untuk membuang ke tiga tokoh nasional tersebut ke negeri Belanda. Adapun sebab sebab pembuangan adalah karena tokoh tokoh nasional tersebut mencela dan melontarkan kritik atas diadakannya peringatan 100 tahun kemerdekaan tanah Belanda dari penjajahan Spanyol di Indonesia yang pada waktu itu masih menjadi jajahan Belanda.
 Pada tahun 1927 pemerintah colonial Belanda telah melakukan masa pembuangan ke Digul. Sebanyak 1.400 orang beserta keluarga mereka telah di buang ke tempat sarang malaria di Tanah Merah. Karena beratnya penderitaan dan siksaan lahir dan bathin, maka ratusan orang meninggal dunia. Peninggalan bekas tempat pembuangan tersebut berupa makam/kuburan yang terletak di Tanah Merah merupakan suatu saksi keganasan penjajahan.

Pada tahun 1928 terjadi pula penangkapan atas diri 4 orang mahasiswa anggota Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda. Ke empat mahsiswa tersebut adalah Mohamad Hatta, Natzir Sutan Pamuncak, Ali Sastroamijoyo dan Abdul Majid Joyodiningrat. Mereka dituduh oleh pemerintah Belanda menghasut pemberontakan di Indonesia. Setelah diperiksa oleh Arondissement Rechtbank di Den Haag, ke empat mahasiswa tersebut dibebaskan karena tidak terbukti kesalahannya. Dalam pidato tangkisannya atas tuduhan yang ditimpakan dimuka hakim, Mohammad Hatta antara lain menyatakan bahwa lambat laun semua rakyat yang dijajah akan merdeka kembali; karena hal itu sudah menjadi hukum besi dalam sejarah; hanya keadaan dimana pergerakkan itu berada, ditentukan oleh pihak yang berkuasa. Tercapainya kemerdekaan itu dengan jalan damai atau pertumpahan darah dan air mata sebagian besar ditentukan oleh tindakan tindakan pihak yang berkuasa. Kemudian pada tanggal 29 Desember 1929, pemerintah Hindia Belanda mengadakan penggeledahan dan penangkapan diberbagai kota di Indonesia. Akhirnya empat orang anggota Partai Nasional Indonesia diajukan ke muka pengadilan colonial dengan tuduhan akan mengadakan pemberontakan pada tahun 1930. Tuduhan tersebut tidak terbukti, akan tetapi ke empat anggota PNI tersebut, yaitu Ir. Soekarno, Gatot Mangkupraja, Maskun Sumadireja dan Supriadinata dihukum sebagai wadal politik berdasarkan keterangan saksi saksi yang sebelumnya sudah disiksa, bahkan diantaranya seorang saksi yang bernama Nursai menjadi gila dan meninggal di rumah sakit. Pada tahun tiga puluhan tindakan pemerintah Hindia Belanda lebih ganas lagi. Hak berserikat dan bersidang sangat dibatasi. Hak mengeluarkan buah fikiran dengan lisan ataupun tulisan dipersempit. Banyak patriot Indonesia yang dipenjarakan dan dihukum dengan tuduhan melanggar artikel 135nis waktu berpidato atau melanggar artikel 153 ter karena tulisannya. Rapat rapat dijaga keras oleh polisi colonial. Pembicara yang tidak disukai distop bicaranya dan suatu rapat dengan mudahnya dibubarkan. Orang yang berkumpul lebih dari lima orang dituduh melakukan rapat gelap, lalu ditangkap dan dihukum. Pemimpin pemimpin rakyat senantiasa diancam penangkapan, penjara dan dibuang ke Digul, Irian, bahkan sebagian activist pergerakan dikejar kejar seperti binatang buruan. Pemerintah Hindia Belanda yang sudah kejangkitan penyakit curiga dan ketakutan senantiasa merasa terancam oleh kemajuan kemajuan pergerakan rakyat. Senjata 1533 bis dan ter untuk membungkem suara pemimpin rakyat dan memberangus PERS rupanya sudah tidak manjur, maka Gubernur Jenderal Belandapun menggunakan hak luar biasanya yaitu tindakan untuk mengasingkan orang orang pergerakan.

 Pada tahun 1933 Bung Karno di buang ke Endeh. Tahun 1935 Bung Hatta, Bondan, Syahrir, maskun, Burhanuddin, Suka dan Moerwoto di buang ke Digul. Dengan dibuangnya Bung Karno, Bung Hatta dan lain lain pemerintah Hindia Belanda mengharapkan pergerakan akan lemah. Tetapi kenyataannya pergerakan bertambah sadar dan matang dalam memperuangkan tujuannya. Patah tumbuh, hilang berganti, demikianlah keadaan pergerakan rakyat. Pembuangan ke Digul jalan terus, tetapi muncul pemimpin pemimpin yang melanjutkan perjuangan.
 • Naskah asli ditulis oleh Maskun Singadireja dalam buku Belenggu Ganas, Penerbit Aksara Jayasakti Jakarta 1982. Diedit dan diolah kembali oleh Basri Yusuf, 10 Maret 2012.

 


Tokoh Tokoh Pergerakan Nasional
Gambar atas tengah dr.Douwess Dekker, samping kiri Ki Hajar Dewantara,
samping kanan dr,Cipto Mangunkusumo


 Drs.Mohammad Hatta



 Sutan Syahrir


10 komentar:

  1. saya sangat bangga dengan anak - anak bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan indonesia. Mungkin inilah pribahasa yang tepat untuk orang - orang yang memperjuangkan kemerdekaan bagi Indonesia " Berakit - rakit dahulu berenang - renang ketepian.
    Bersakit - sakit dahulu Bersenang - senang kemudian ( Haris widodo )

    BalasHapus
  2. Thank's Haris for your comment. Inilah pekerjaan besar yang harus kita laksanakan, membangun kembali nilai nilai kebangsaan agar tidak larut dalam ephoria demokrasi.

    BalasHapus
  3. sya sngat sneng dgn para pnjajah kta yg tlah memperthankan kmerdekaan ind.oleh sebab itu kta hrs menghargai para pnjajah kta.( evi karina. 01.10.057)

    BalasHapus
    Balasan
    1. assalamualaikum wr,wb

      kalau melihat perjuangan tokoh-tokoh tersebut itu sangat membuat saya merasa bangga menjadi warga indonesia.karena kemerdekaan tidak akan tercpai kalau tidak ada pejuang seperti tokoh-tokoh tersebut.
      namun,pada zaman sekarang,saya merasa kecewa karena apa menurut saya suatu kemerdekaan tidak ada karena masih banyak anak-anak bangsa yang tidak menghargai setiap tetes darah pejuang-pejuang dalam mencapai kemerdekaan.

      tapi,kita sebagai warga negara indonesia harus optimis.
      terus berjuang warga indonesia dari seluruh tindak penjajahan.

      merdeka......................................................................

      (RINALDI HARYANTO 01.10.005)

      Hapus
  4. Assalamu'alaikum wr.wb

    Saya sangat menghargai usaha yang dilakukan oleh para tokoh-tokoh pergerakan nasional indonesia karena dengan adanya tokoh pergerakan nasional indonesia membuat rakyat indonesia lebih bersemangat untuk memerdekakan negri ini.Akan tetapi, dengan adanya tekanan dari pemerintah kolonial tidak membuat rakyat serta para tokoh pergerakan nasional menyerah, justru mereka menjadi lebih bersemangat untuk meraih kemerdekaan bumi pertiwi.Tidak peduli sesakit apapun tekanan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial mereka tetap berjuang untuk mempersatukan bangsa ini dengan menjunjung tinggi nilai-nilai pancasila.
    Jadi, kita sebagai generasi penerus negeri ini harus bisa melanjutkan perjuangan para tokoh pergerakan nasional dengan menjunjung tinnggi nilai-nilai yang dianut oleh negeri ini. Agar nanti nya negri ini tidak terjajah kembali oleh bangsa lain.

    SEMANGAT....

    Wasalamu'alikum wr.wb

    (fitriyana 01.10.004 )

    BalasHapus
  5. Saya sangat bangga dengan mohammad hatta yang berani menyatakan lambat laun bahwa indonesia akan merdeka dengan cara perundingan ataupun dengan cara berperang.

    Lupita Astriani (0110039)

    BalasHapus
  6. menurut saya apa yang telah dilakukan oleh para pejuang kita sangatlah terhormat dan berani tapi yang saya sayangkan perjuangan mereka itu terasa tidak berguna ketika kita lihat apa yang sedang negara kita alami sekarang ini dimana para penerus bangsa kita moralnya semakin merosot jauh ke belakang.

    sepriadi saputra (0110052)

    BalasHapus
  7. Sungguh kejam Belanda ketika ia melakukan pembuangan di digul,rakyat indonesia seperti sampah dan limbah pada saat itu.buat generasi muda,jangan tanya dulu apa yang negara berikan kepada kamu tetapi tanyalah apa yang kamu berikan terhadap negara sperti pahlawan-pahlawan kita dulu demi mempertahankan kemerdekaan RI


    Muhammad Jayansyah Raka Siwi (01 10 072)
    jurusan ilmu komunikasi pagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
  8. di paragarap pertama saya mengartikan bahwa memang kemerdekan itu tidak bisa di perjuangkan sendiri", tetapi harus saling bahu membahu.


    menurut saya tidak ada lagi pahlawan" di zaman sekarang seperti pahlawan-pahlawan di atas, karena mereka berjuang sampai titik darah penghabisan dan semuanya ditujukan buat rakyat.


    NAMA : YUDI KISWANTO
    NMP : 01.10.008
    JURUSAN : ILMU KOMUNIKASI (PAGI)

    BalasHapus