SEJARAH PROPAGANDA
Kegiatan Propaganda di masa Kerajaan Persia
Kuno
Propaganda sudah ada sejak awal terdokumentasinya sejarah manusia.
Contoh awal propaganda bermula dari Inskripsi Behistun (515 SM) yang
menggambarkan kenaikan Darius I ke
tahta Persia
Inkripsi Behistun adalah sebuah otobiograpfi yang ditulis atas perintah
Darius I, yaitu otobiografi mengenai
dirinya dan berbagai keberhasilan pembangunan, baik di bidang ekonomi, politik,
militer dan lain lain. Semuanya menggambarkan bagaimana sosok sebenarnya dari
Darius I dan kepemimpinannya.
Pembahasan propaganda secara detail termasuk cara penyebaran propaganda
dan pemakaiannya dalam peperangan ditulis oleh Chanakya (350-283 SM) seorang professor dari Universitas
Takshashila yang berjudul Arthashastra. Selanjutnya menurut Chanakya, salah seorang muridnya yang bernama Chandragupta
Maurya (340-293 SM) menggunakan cara cara ini untuk mendirikan dan menjadi
pemimpin Kekaisaran Maurya. Sebagai pendiri kekaisaran Maurya, Chandragupta
berhasil menyatukan hampir seluruh sub benua India dan ia dianggap sebagai
penyatu India yang pertama.
Tulisan karya penulis Romawi Kuno, seperti Livy (59 – 17 SM) dianggap sebagai suatu karya yang hebat tentang
propaganda pro Romawi. Contoh lain adalah The
War of the Irish with Foreigners abad ke 12 yang oleh para Dal gCais yang menggambarkan mereka sebagai
penguasa sejati Irlandia.
Kegiatan Propaganda pada
Zaman Mesir Kuno
Menurut Paul Brunton dalam karangannya yang berjudul “The Secret of
Egypt’, menyatakan bahwa masyarakat Mesir kuno berkeyakinan bahwa rajanya
adalah Keturunan Dewa Matahari yang diberi nama RA. Karena itu tidak mengherankan
bahwa setiap pagi rakyat Mesir Kuno memberi hormat kepada matahari.
Raja Mesir yang disebut secara umum Pharao atau Firaun mempunyai
kekuasaan yang luar biasa. Untuk itulah, maka makam makam raja Mesir dibuat
sedemikian rupa yang dikenal dengan nama Piramida. Diantara sekian banyak
Piramida, maka piramida di Giza tempat bersemayamnya jasad raja Khupu atau
Cheops yang memerintah pada tahun 2590 sampai dengan 2568 SM adalah merupakan
piramida terbesar. Disamping itu masih terdapat patung dari Raja Ramses II yang
dibuat sekitar 3200 tahun yang lalu yang terdapat di padang pasir Nubia.
(sewaktu pembangunan bendungan Aswan, patung ini dipindahkan lebih kurang 220
feet dari tempat aslinya.
Ditinjau dari segi Ilmu Komunikasi, maka piramida, mummy dan patung yang telah dibuat ribuan tahun
yang lalu adalah merupakan lambang
lambang propaganda, baik dilihat dari segi kebudayaan, peradaban, otoritas
maupun kebesaran pemerintahan Mesir
Kuno.
Kegiatan Propaganda
pada Zaman Yunani Kuno
Di masa Yunani Kuno para pengajar propaganda adalah Corax dan Tisias, dinyatakan demikian karena
mereka berdua inilah yang meletakkan dasar ilmu rethorica pada waktu itu, yang
kemudian berkembang sesuai dengan kebutuhan, kondisi dan situasi yang berpengaruh
terhadap ilmu tersebut.
Selanjutnya Aristoteles melengkapi karya Corax dan Tisia dengan
pendapat dan pandangannya yang antara lain menyangkut kepada aspek kejiwaan.
Aristoteles memusatkan pandangannya kepada aspek Emosi sebagai tujuan dari
Rethorica.
Ahli rethorica terbesar pada waktu itu adalah Georgias dari Leontini
yang datang di Athena pada tahun 427 SM. Sedangkan ahli rethorica yang sangat
berpengaruh karena menerapkan teknik “appeal to emotion” adalah Thrasy Macines Prodicius yaitu tentang pilihan
kata kata yang tepat untuk dipergunakan; Theodorus
dari Byzantium dengan tekniknya
mengklasifikasikan bagian pidato yang harus ditonjolkan dan Antipan yang berhubungan dengan model
model pidato.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa pada masa sebelum tahun
masehi, para ahli rethorica telah berusaha untuk memfokuskan berbagai aspek
yaitu :
1.
Keilmiahan
dalam Rethorica.
2.
Appeal
to emotion
3.
Pemilihan
kata kata yang tepat/serasi
4.
Klasifikasi
terhadap bagian bagian penting dari suatu pidato.
5.
Penyajian
model model pidato.
Dengan kata lain di masa Yunani, pidato merupakan sarana propaganda
yang penting telah mendapat perhatian dan pengkajian yang luas dan mendalam.
Patung Aristoteles.
Plato (428-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM merupakan dua filsuf
Yunani terbesar yang telah memberikan perhatian besar terhadap kegiatan
propaganda.
Plato (428-347 SM)
Plato dalam karyanya “Republica” telah mengemukakan saran saran yang
terperinci mengenai “apa yang boleh” dan “apa yang tidak boleh” dikatakan kepada penduduk mengenai
gagasan tentang “City state” yang dicita citakannya. Tujuan dari saran itu adalah untuk menjamin
kesetiaan penduduk, dengan alasan agar mereka tidak mendengar pandangan dan
pendapat lain, kecuali dari pihak pemerintahnya.
Oleh karenanya Plato dapat dianggap sebagai orang pertama yang
menganjurkan adanya “sensor” untuk kepentingan keamanan Negara. Karena gagasan
inilah menyebabkan Plato menjadi korbannya.
Aristoteles dalam karyanya “Rethorica” telah menjadikan buku Republica
karya Plato tersebut sebagai pedoman
untuk propaganda yang pertama, yaitu sarana sebagai alat untuk membujuk dengan
menggunakan Rethorica atau seni berpidato.
Walaupun pada awalnya seni berpidato itu oleh Aristoteles hanya digunakan dalam sidang sidang pengadilan yang
berfungsi untuk menghukum dan membela, namun kemudian penggunaannya berkembang
di bidang politik dengan fungsi untuk melakukan pembujukan terhadap rakyat
banyak agar dapat menerima pandangan dan pendapat pembicara. Selain itu juga
bertujuan untuk menghilangkan kepercayaan penduduk umum terhadap pihak lawan.
Kegiatan Propaganda
pada Zaman Romawi
Salah satu kegiatan propaganda di zaman Romawi dalam usaha mempengaruhi
pendapat umum adalah menyelenggarakan acara arak arakan yang disebut “Triumph”,
yaitu satu acara arak arakan bersifat pesta ria/festival untuk menyambut
kemenangan para Panglima Roma yang kembali dari peperangan dengan membawa hasil kemenangan berupa segala
harta rampasan dan budak budak sebagai tawanan.
Penyelenggaraan “Triumph” dimaksudkan untuk mempengaruhi penduduk Roma
tentang kebesaran dan kkeagungan
imperium Romawi.
Dalam perkembangan sejarah agama Kristen telah timbul bentuk kegiatan
propaganda yang lain, yaitu berupa kegiatan para Apostel yang memasuki dan
menjelajahi daerah daerah diseluruh penjuru angin dengan menghotbahkan
kebesaran dan kesucian tuhan.
Salah satu episode yang
terpenting dalam kegiatan Propaganda di zaman itu adalah dibentuknya suatu Majelis
Tabligh di kota Roma oleh Paus Gregoreus XV pada tahun 1622, yang disebut
“Sacra Congregatio de Propaganda Fide” (Majelis Suci untuk mempropagandakan
Agama). Di majelis berkumpul para cardinal yang bertugas merumuskan metode
untuk kegiatan Propaganda Agama dan mengawasi buku buku Liturgis serta membahas
laporan laporan para uskup dan pejabat pejabat agama lainnya di luar negeri.
Menurut L Fraser dalam bukunya “Propaganda" mengemukakan bahwa
yang membentuk majelis tersebut adalah Paus Gregorius XIII, sedangkan Emory S
Bogardus dalam tulisannya yang berjudul “The Making of Public Opinion”
menyatakan bahwa yang membentuk majelis tersebut adalah Paus Gregorius XV pada tahun 1622.
Adanya penyebaran agama dengan bentuk dan pola kegiatan Propaganda
tersebut diatas, disebabkan ketika aliran Katholik tengah menghadapi dua hal
penting dalam sejarah perkembangannya, yaitu tentangan dari kaum reformis
(aliran Prostestan) dan penyebaran agama di negeri lain yang baru ditemukan sebagai hasil
berkembang ilmu dan pengetahuan di Eropa.
Pada abad ke 17 telah berkembang kegiatan propaganda dengan cara yang
baru dengan ditemukannya alat/mesin cetak
Para Kaisar pendukung aliran Katholik menggunakan surat selebaran yang berisikan seruan kepada para pangeran beserta pengikutnya pendukung
aliran Protestan agar menghentikan perjuangan mereka, karena hanya akan sia sia dan sebaiknya menyerah segera. Thema kegiatan
propaganda semacam ini kita kenal sebagai Psychological Warfare.
Kegiatan Propaganda Zaman
abad ke 19
Pada abad ke 19 tercatat tiga macam perkembangan dalam bidang
propaganda, yaitu :
1. Propaganda di masa berkuasanya Napoleon Bonaparte, sebagai Kaisar
Perancis tahun 1804 sampai dengan 1815.
Di masa keemasannya, Napoleon Bonaparte
melancarkan propaganda yang bertujuan menumbuhkan pendewaan terhadap dirinya,
baik di Perancis sendiri, maupun di daerah daerah yang dikuasainya di Eropa.
Pada awalnya, usaha propaganda seperti ini
berhasil. Ia dipuja bukan saja sebagai seorang militer yang jenius, tetapi juga
sebagai seorang Pembebas yang Agung. Akan tetapi setelah ia menyatakan dirinya
sebagai Kaisar Perancis, maka nama harumnya makin berkurang dan terus memudar.
Para pemujanya mulai menjauhinya, termasuk Ludwig van Beethoven seorang
komponis termasyhur.
Titik berat kegiatan Propaganda di masa
Imperium Napoleon Bonaparte adalah penekanan terhadap kebebasan kebebasan
mengeluarkan pendapat, khususnya penyampaian pemberitaan dan pendapat melalui sensor
yang ketat.
Napoleon Bonaparte (1769-1821);
Masa berkuasa 1804-1815.
Sumber : http//www.oceanbridge.com
George Washington
Sumber : www.wordpress.com
2. Propaganda dalam Perang Saudara di Amerika tahun 1776 sampai dengan 1778.
Kegiatan propaganda pada waktu
berlangsungnya Perang Saudara di Amerika
Serikat tahun 1776-1778 adalah hal yang menarik untuk dikaji. Pada waktu itu
kedua belah pihak yang berperang, baik Pihak Utara maupun Pihak Selatan
berusaha untuk membujuk pihak luar, khususnya Inggris, dengan tujuan untuk
mendapatkan bantuan dan simpati yang diperlukan dalam upaya untuk menyelesaikan
perang tersebut.
Pihak Selatan dengan sengaja menyebarkan
desas desus tentang kekejaman orang Negro yang bangkit memberontak terhadap orang
kulit putih. Tujuan rumor ini adalah untuk membangkitkan rasa sentiment (Hate Rumor)
di kalangan orang orang Inggris yang mempunyai keluarga di benua Amerika.
Di masa itu propaganda dengan menggunakan
rumor merupakan kegiatan yang khas di Amerika, bahkan George Washington
sendiri, tanpa ragu ragu ragu ikut serta dalam kegiatan penyebaran rumor
tersebut.
Washington menganjurkan kepada kawan
seperjuangannya, agar penyebaran desas desus itu dilakukan dengan cara
bercerita di rumah rumah makan dengan pura pura merahasiakannya, tetapi cukup
jelas didengar oleh para pelayan dan membiarkan cerita yang dibuat buat itu menyebar
dengan sendirinya.
3. Tumbuhnya Commercial Propaganda yang modern.
Pada akhir abad ke 19, media massa mulai
berkembang dengan pesat. Munculnya surat kabar dan film, yang kemudian disusul
oleh terciptanya pesawat radio pada tahun 1920.
Media massa baru tersebut merupakan saluran
yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan komunikasi massa, seperti
Publicity, Advertising, Penerangan, Public Relations, Propaganda dan lain lain.
Propaganda komersial adalah untuk
kepentingan barang barang produksi.
Kegiatan Propaganda Zaman
Perang Dunia
Dalam Perang Dunia yang pertama dan kedua, pihak pihak yang berperang
semakin lama semakin tersesat dalam melancarkan
kegiatan propagandanya masing masing, sehingga akhirnya para propagandis
tidak lain adalah hanya seorang pembohong, yang memutarkan balikkan fakta serta
memalsukan keadaan dan membuat cerita palsu.
Setelah perang berakhir, para propagandis Sekutu/Allied Forces yang
menyebut diri mereka sebagai “Produk dari Rasionalisme” menjadi muak terhadap
gejala yang tidak sehat tersebut. Mereka begitu terperanjat ketika menyadari
bahwa kegiatan mereka itu adalah sangat buruk. Beberapa diantara mereka membuat
“autobiographis” yang menceritakan tentang kegiatan mereka di bidang
propaganda.
Menurut William Albig bahwa , penulis dari “Falsehood in War time”, Sir Arthur Ponsonby,
dengan menyesal mengungkapkan bahwa di masa peperangan, maka hal kebenaran dan
kejujuran merupakan korban pertama. Kepalsuan adalah senjata yang paling ampuh
dalam peperangan dan tiap Negara menggunakannya secara terang terangan untuk
menipu rakyatnya sendiri, menarik kaum netral dan untuk menyesatkan musuh.
![](file:///C:/DOCUME%7E1/User/LOCALS%7E1/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image018.jpg)
pak ... ap arti dn mksud dri propaganda dlm artian luas?sya bingung pak...
BalasHapusSumbernya dari mana ni
BalasHapus